Rabu, 12 Juni 2013

Makalah Tafsir Ayat-Ayat Ilmu Pengetahuan

I.    PENDAHULUAN
Membahas hubungan antara Al Qur’an dan ilmu pengetahuan bukan dinilai dari banyak atau tidaknya cabang-cabang ilmu pengetahuan yang dikandungnya, tetapi yang lebih utama adalah melihat : adakah Al qur’an atau jiwa ayat-ayatnya menghalangi ilmu pengetahuan atau mendorongnya, karena kemajuan ilmu pengetahuan tidak hanya diukur melalui sumbangan yang di berikan kepada masyarakat atau kumpulan ide dan metode yang dikembangkannya, tetapi juga pada sekumpulan syarat-syarat psikologis dan social yang diwujudkan, sehingga mempunyai pengaruh (positif atau negative) terhadap kemajuan ilmu pengetahuan. Sejarah membuktikan bahwa Galileo ketika mengungkapkan penemuan ilmiahnya tidak mendapat tantangan dari satu lembaga ilmiah, kecuali dari masyarakat dimana ia hidup. Mereka memberikan tantangan kepadanya atas dasar kepercayaan agama. Akibatnya, Galileo pada akhirnya menjadi korban penemuannya sendiri. Dalam Al qur’an ditemukan kata-kata “ilmu” dalam berbagai bentuknya yang terulang sebanyak 854 kali. Disamping itu, banyak pula ayat-ayat Al qur’an yang menganjurkan untuk menggunakan akal pikiran, penalaran, dan sebagainya,
Kaitannya dengan ilmu pengetahuan, dunia telah membuktikan dengan banyaknya temuan-temuan terkini yang sejatinya mempunyai referensi berupa Al-Quran. Temuan tentang alam semesta, nuklir maupun kejadian di masa kini atau jawaban atas pertanyaan tentang masa lalu, semuanya sudah termaktub dalam Al-Quran. Penafsiran Al-Quran sendiri seolah tidak pernah selesai, karena setiap saat bisa muncul sesuatu yang baru, sehingga Al-Quran terasa selalu segar karena dapat mengikuti perkembangan zaman . Pendapat tersebut diperkuat oleh salah satu pemikir Islam bernama Mohammed Arkoun yang mengatakan bahwa Al-Quran memberikan kemungkinan arti yang tidak terbatas, ayat-ayatnya selalu terbuka untuk interpretasi yang baru.
Mengenai fungsi Al-Quran sebagai sumber dari segala sumber ilmu, seringkali dikatakan bahwa seandainya lautan yang ada di dunia ini dijadikan tinta untuk menuliskan tafsiran-tafsiran ayat Quran, maka sampai lautan itu keringpun ayat-ayat Al-Quran belum selesai ditafsirkan. Pernyataan ini sekedar menggambarkan betapa luasnya isi kandungan kitab suci umat Islam ini. Betapa banyaknya ilmu yang bisa diperoleh dari Al-Quran. Pernyataan ini tersurat juga dalam salah satu ayat Al-Quran yang berbunyi:
                    
Artinya: Katakanlah:”kalau sekiranya lautan menjadi tinta untuk (menulis)kalimat-kalimat Tuhanku, sungguh habislah lautan itu sebelum habis (ditulis) kalimat-kalimat Tuhanku, meskipun didatangkan tambahan (lautan) sebanyak itu (pula).” (QS. Al-Kahfi:109)
Oleh karena hal tersebut diatas, maka dalam kesempatan ini penyusun hendak sedikit mengulas tentang ayat-ayat Al-Quran yang berisikan tentang ilmu pengetahuan. Semoga apa yang penyusun sampaikan dalam makalah ini sedikit banyak membantu pembaca dalam memperoleh khazanah-khazanah keislaman yang baru.

II.    RUMUSAN MASALAH
A.    Seberapa pentingkah memiliki ilmu pengetahuan dalam Islam?
B.    Bagaimana kedudukan orang berilmu dalam Al-Quran?
C.    Bagaimana hubungan antara ilmu pengetahuan dengan kehidupan manusia?
D.    Bagaimana menumbuhkan sikap positif untuk selalu mencari ilmu?

III.    PEMBAHASAN
A.    Pentingnya Memiliki Ilmu Pengetahuan Dalam Islam
Islam adalah agama yang menjunjung tinggi peran akal dalam mengenal hakikat segala sesuatu. Begitu pentingnya peran akal, sehingga bahkan dikatakan bahwa tak ada agama bagi orang yang tak berakal, dengan akal yang telah sempurna itulah maka Islam diturunkan ke alam semesta. Melalui akal, manusia dengan proses berfikir berusaha memahami berbagai realitas yang hadir dalam dirinya, sehinga manusia mampu menemukan kebenaran sesuatu, membedakan antara haq dan bathil. Sehingga dapat dikatakan bahwa akal dan kemampuan berpikir yang dimiliki manusia adalah fitrah manusia yang membedakannya dari makhluk yang lain.
Q.S. al-Zumar: 9

•                            
Artinya: (Apakah kamu hai orang-orang musyrik yang lebih beruntung) ataukah orang yang beribadat di waktu-waktiu malam dengan sujud dan berdiri, sedang ia takut kepada (azab) di akhirat dan mengharap rahmat Tuhannya? Katakanlah “adakah sama orang-orang yang mengetahui dengan orang-orang yang tidak mengetahui?” Sesungguhnya orang yang berakallah yang dapat menerima pelajaran. (Q.S. al-Zumar:9).
Pada ayat tersebut terlihat adanya hubungan orang yang mengetahui (berilmu) dengan melakukan ibadah di waktu malam, takut terhadap siksaan Allah di akhirat serta mengaharapkan ridha dari Allah; dan juga menerangkan bahwa sikap yang demikian itu merupakan sala satu ciri dari ulul al-bab, yaitu orang yang menggunakan hati untuk menggunakan dan mengarahkan ilmu pengetahuan tersebut pada tujuan peningkatan akidah, ketekunan beribadah dan ketinggian akhlak yang mulia.
Sehubungan dengan ayat هل يستوى الّذين يعلمون والّذين لا يعلمون, al-Maraghi mengatakan: “Katakanlah hai rasaul kepada kaummu,adakah sama, orang-orang yang menengetahui bahwa ia akan mendapatkan pahala karena ketaatan kepada tuhannya dan akan mendapatkan siksaan disebabkan karena kedurhakaannya dengan orang yang mengetahui al-hal yang demikian itu?” Ungkapan pertanyaan dalam ayat ini menunjukan bahwa yang pertama (orang-orang yang mengetahui) akan dapat mencapai derajat kebaikan; sedangkan yang kedua (-orang-orang yang tidak mengetahui) akan mendapatkan kehinaan dan keburukan.
Imam Al Qurtubi berkata: "Menurut Az-Zujaj Radhiyallahuanhu, maksud ayat tersebut yaitu orang yang tahu berbeda dengan orang yang tidak tahu, demikian juga orang taat tidaklah sama dengan orang bermaksiat. Orang yang mengetahui adalah orang yang dapat mengambil manfaat dari ilmu serta mengamalkannya. Dan orang yang tidak mengambil manfaat dari ilmu serta tidak mengamalkannya, maka ia berada dalam barisan orang yang tidak mengetahui" (Tafsir Al-Qurthubi hal. 5684)

B.    Kedudukan Orang Berilmu dalam Al-Quran
Q.S. al-Mujadalah :11
                                  
Artinya: Hai orang-orang beriman apabila kamu dikatakan kepadamu: "Berlapang-lapanglah dalam majlis", Maka lapangkanlah niscaya Allah akan memberi kelapangan untukmu. dan apabila dikatakan: "Berdirilah kamu", Maka berdirilah, niscaya Allah akan meninggikan orang-orang yang beriman di antaramu dan orang-orang yang diberi ilmu pengetahuan beberapa derajat. dan Allah Maha mengetahui apa yang kamu kerjakan. (Q. S. Al Mujadalah:11)
Dari ayat diatas Allah memerintahkan kepada mereka sebab kecintaan dan kerukunan diantara orang-orang mu’min. Diantara sebab kecintaan dan kerukunan itu adalah melapangkan tempat di majlis (pertemuan) ketika ada orang yang datang dan bubar ketika disuruh bubar. Apabila kalian melakukan hal yang demikin itu, maka Allah akan meninggikan tempat-tempat kalian disurganya dan menjadikan kalian di dalam surga termasuk orang-orangyang berbakti tanpa kekhwatiran dan kesedihan.
Dari ayat tersebut dapat kita ketahui bahwa para sahabat berlomba-lomba untuk berdekatan dengan tempat duduk Rasulallah SAW untuk mendengarkan pembicaraan beliau yang mengandung banyak kebaikan dan keutamaan yang besar. Diperintahkan pula untuk memberi kelonggaran dalam majlis dan tidak merapatkannya, dan apabila yang demikian ini menimbulkan rasa cinta didalam hati dan kebersamaan dalam mendengarkan hukum-hukum agama, maka akan dilapangkan baginya kebaikan-kebaikan di dunia dan akhirat.
Isi kandungan pada ayat diatas berbicara tentang etika atau akhlak ketika berada dalam majelis ilmu. Etika dan akhlak tersebut antara lain ditunjukan untuk mendukung terciptanya ketertiban, kenyamanan dan ketenangan suasana dalam majelis, sehingga dapat mendukung kelancaran kegiatan ilmu pengetahuan.Ayat diatas juga sering digunakan para ahli untuk mendorong diadakannya kegiatan di bidang ilmu pengetahuan, dengan cara mengunjungi atau mengadakan dan menghadiri majeis ilmu. Dan orang yang mendapatkan ilmu itu selanjutnya akan mencapai derajat yang tinggi dari Allah.
Menurut Imam Al Qurthubi "Maksud ayat di atas yaitu, dalam hal pahala di akhirat dan kemuliaan di dunia, Allah Subhanahu wa Taala akan meninggikan orang beriman dan berilmu di atas orang yang tidak berilmu. Kata Ibnu Mas`ud, dalam ayat ini Allah Subhanahu wa Taala memuji para ulama. Dan makna bahwa Allah Subhanahu wa Ta ala akan meninggikan orang-orang yang diberi ilmu beberapa derajat, adalah derajat dalam hal agama, apabila mereka melakukan perintah- perintah Allah" (Tafsir Al-Qurtubi hal. 5070).


C.    Hubungan Ilmu Pengetahuan dengan Kesejahteraan Hidup Manusia
Ilmu pengetahuan (science) diberikan Allah kepada manusia melalui kegiatan manusia itu sendiri dalam usaha memahami alam semesta. Dengan demikian, alam semesta ini merupakan objek pemahaman sekaligus sumber pengetahuan bagi manusia yang mau menggunakan akalnya.   Yusuf Ali, salah seorang ahli tafsir Al Qur’an  yang paling terkemuka di zaman modern ini, dalam The Holy Qur’an, yang selanjutnya dikutip oleh Nurcholish Madjid menulis sebagai berikut:

Semua yang ada di alam semesta untuk manfaat manusia, melalui kemampuan berfikirnya dan kemampuan-kemampuan yang diberikan oleh-Nya (Tuhan) kepada manusia itu. Manusia harus tidak pernah lupa bahwa itu semua berasal dari Dia. Yakni dari Tuhan, sebab bukankah manusia itu khalifah Tuhan di bumi.

Allah berfiran dalam surat al Jasiyah ayat 13:

  •         •        
Artinya: Dan Dia telah menundukkan untukmu apa yang di langit dan apa yang di bumi semuanya, (sebagai rahmat) daripada-Nya. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda (kekuasaan Allah) bagi kaum yang berfikir. (Q. S. Al Jaatsiyah: 13)

Ayat tersebut menjelaskan bahwa kekayaan yang ada di dunia ini baik yang ada di langit maupun di bumi semuanya diperuntukan bagi manusia untuk dimanfaatkan sebaik-baiknya guna memenuhi kebutuhan hidupnya. Sedangkan pemanfaatan kekayaan tersebut memerlukan ilmu pengetahuan untuk memprosesnya agar dapat dinikmati manusia. Tanpa ilmu pengetahuan manusia tidak akan mengetahui bagaiamana cara mengolah semua sumber alam tersebut, sehingga manusia tidak akan mendapatkan apa-apa.
Ayat lain yang berhubungan dengan anjuran mencari ilmu pengetahuan adalah surat al Isra’ ayat 36 yang berbunyi: 

        •           
Artinya: Dan janganlah engkau mengikuti apa-apayang tiada bagimu pengetahuan tentangnya. Sesungguhnya pendengaran, penglihatan dan hati, semuanya itu tentangnya ditanyai. (Q. S. Al Isra’: 36)
Ayat ini memerintahkan: Laukukan apa yang telah Allah perintahkan dan janganlah engkau mengikuti apa-apa yang tiada bagimu pengetahuan tentangnya. Jangan berucap apa yang engkau tidak ketahui, jangan mengaku tahu apa yang engkau tidak tahu atau mengaku dengar apa yang engkau tidak dengar.  Sesungguhnya pendengaran, penglihatan dan hati, yang merupakan alat-alat pengetahuan semuanya itu tentangnya ditanyai tentang bagaimana pemiliknya menggunakannya dan dituntut pertanggungjawabannya.
Ayat ini di satu sisi menegaskan manusia dalam konteks tanggung jawab untuk setiap pendengaran, pandangan dan prasangka. Sedangkan di sisi lain memerintahkan manusia untuk mencari ilmu agar tidak melakukan hal-hal yang tercela seperti memfitnah, menuduh dan berbohong. Dalam kaitannya dengan kesejahteraan manusia, ayat ini menunjukan bahwa dengan mencari ilmu manusia dapat mencegah terjadinya hal-hal buruk, sehingga akan tercipta kedamaian dan kesejahteraan.
Ilmu pengetahuan sangat penting bagi kehidupan manusia, karena tanpa ilmu pengetahuan manusia tidak akan bisa melakukan apa-apa. Dapat dikatan bahwa ilmu pengetahuan adalah hal yang paling pokok dalam keberlangsungan hidup manusia. Dengan ilmu pengetahuan manusia dapat menciptakan benda-benda yang dapat digunakan untuk mempermudah aktifitas manusia.Ilmu pengetahuan juga bisa dikatakan sebagai alat untuk memperoleh sesuatu karena dalam semua proses yang dilakukan manusia memerlukan pengetahuan.
D.    Menumbuhkan Sikap Positif Selalu Mencari Ilmu
Perkataan “ilmu” disini bermakna semua cabang pengetahuan tanpa mengecualikan salah satu diantaranya. Ia mencangkup studi yang berhubungan dengan alam semesta serta subjek yang berhubungan dengannya, termasuk ilmu-ilmu pengetahuan modern seperti biologi, kimia, fisika, geologi dan sebagainya. Kitab suci Al-Quran, mengangkat harkat ilmu-ilmu tersebut dan mendorong manusia agar mempelajarinya untuk kepentingan bersama .
Rujukan yang paling menakjubkan dan fakta yang paling penting mengenai dorongan mencari ilmu ialah ayat-ayat yang turun paling awal. Pada hakikatnya, bagian permulaan dari Wahyu menjadi pertanda bagi fajar ilmu pengetahuan dan pelopor pemberi kedudukan terhormat kepadanya. Ayat yang pertama kali turun itu berbunyi demikian:
                                  
Artinya: Bacalah dengan (menyebut) nama Tuhanmu yang Menciptakan, Dia telah menciptakan manusia dari segumpal darah, Bacalah, dan Tuhanmulah Yang Maha Pemurah, Yang mengajar (manusia) dengan perantaran kalam, Dia mengajar kepada manusia apa yang (manusia) tidak ketahui. (Q. S. Al Alaq: 1-5)
Dalam ayat tersebut dapat diketahui perintah Allah SWT kepada manusia untuk menuntut ilmu, dan dijelaskan pula sarana yang digunakan untuk menuntut ilmu yaitu kalam.    
Mencari ilmu adalah sebuah kewajiban bagi umat manusia dan mengamalkannya juga merupakan ibadah. Semakin tinggi ilmu yang dikuasai, semakin takut pula kepada Allah SWT sehingga dengan sendirinya akan mendekatkan diri kepada-Nya. Adapun dalam salah satu hadits yang diriwayatkan oleh Abu Musa Al-Asy’ari radhiyallahu 'anhu, Rasulullah SAW bersabda:
"Perumpamaan apa yang aku bawa dari petunjuk dan ilmu adalah seperti air hujan yang banyak yang menyirami bumi, maka di antara bumi tersebut terdapat tanah yang subur, menyerap air lalu menumbuhkan rumput dan ilalang yang banyak. Dan di antaranya terdapat tanah yang kering yang dapat menahan air maka Allah memberikan manfaat kepada manusia dengannya sehingga mereka bisa minum darinya, mengairi tanaman dengannya dan bercocok tanam dengan airnya. Dan air hujan itu pun ada juga yang turun kepada tanah/lembah yang tandus, tidak bisa menahan air dan tidak pula menumbuhkan rumput-rumputan. Itulah perumpamaan orang yang memahami agama Allah dan orang yang mengambil manfaat dengan apa yang aku bawa, maka ia mengetahui dan mengajarkan ilmunya kepada yang lainnya, dan perumpamaan orang yang tidak perhatian sama sekali dengan ilmu tersebut dan tidak menerima petunjuk Allah yang aku diutus dengannya." (HR. Al-Bukhariy)
Di dalam hadits ini terdapat pengarahan dari Nabi SAW agar bersemangat untuk mencari ilmu, yaitu beliau SAW memberikan perumpamaan terhadap apa yang beliau bawa, yaitu hujan yang menyeluruh di mana manusia mengambil dan memanfaatkan air hujan tersebut untuk memenuhi kebutuhan mereka. Kemudian beliau SAWmenyerupakan orang yang mendengar ilmu dengan bumi/tanah yang bermacam-macam dimana air hujan (ilmu) turun padanya:
1.    Di antara mereka ada orang yang berilmu, beramal dan mengajarkan ilmunya kepada yang lainnya, maka orang ini seperti tanah yang baik, yang menyerap air lalu memberikan manfaat pada dirinya dan menumbuhkan tanaman dan rumput-rumputan sehingga memberikan manfaat bagi yang lainnya.
2.    Di antara mereka ada yang mengumpulkan ilmu yang dia sibuk dengannya, di mana ilmu tersebut dimanfaatkan pada masanya dan masa setelahnya dalam keadaan dia belum bisa mengamalkan sebagian darinya atau belum bisa memahami apa yang dia kumpulkan, akan tetapi dia sampaikan kepada yang lainnya, maka orang ini seperti tanah yang menahan air sehingga manusia dapat mengambil manfaat darinya.
3.    Dan di antara mereka ada orang yang mendengar ilmu tetapi tidak menghafalnya, tidak beramal dengannya dan tidak pula menyampaikannya kepada yang lainnya, maka orang ini seperti tanah lumpur atau tanah tandus yang tidak dapat menerima/menampung air.
Kelompok pertama dan kedua dalam perumpamaan tersebut kelak akan dikumpulkan menjadi satu karena kebersamaan mereka dalam memanfaatkan ilmu yang mereka miliki walaupun derajat kemanfaatannya bertingkat-tingkat. Dan kelompok ketiga yang tercela akan dipisahkan dari kelompok satu dan dua karena tidak adanya kemanfaatan darinya. (Fathul Baarii 1/177)
Dan tidak diragukan lagi bahwasanya terdapat perbedaan yang besar antara orang yang mencari ilmu lalu memberikan manfaat pada dirinya dan orang lain dengan orang yang rela dengan kebodohan dan hidup dalam kegelapannya sehingga dia tidak mendapat bagian sedikit pun dari warisannya para Nabi.
Adapun hal ini diperkuat oleh firman Allah SWT yang berbunyi:
                          
Artinya: Tidak sepatutnya bagi orang-orang yang mukmin itu pergi semuanya (ke medan perang). Mengapa tidak pergi dari tiap-tiap golongan di antara mereka beberapa orang untuk memperdalam pengetahuan mereka tentang agama dan untuk memberi peringatan kepada kaumnya apabila mereka telah kembali kepadanya, supaya mereka itu dapat menjaga dirinya. (Q.S. At Taubah: 122)
Orang-orang yang beriman tidak wajib pergi semua untuk berjihad atau menuntut ilmu, dan meninggalkan negeri mereka dalam keadaan kosong. Tapi harus tetap ada yang tinggal disana dan satu kelompok lagi yang keluar menuntut ilmu yang bermanfaat. Apabila mereka kembali ke kampung halaman, mereka wajib mengajarkan ilmu yang diperoleh kepada kaumnya yang tidak ikut menuntut ilmu. Mereka harus memberikan pemahaman kepada kaumnya tentang agama Allah SWT, memperingatkan mereka akan bahaya maksiat dan melanggar perintah-Nya. Menyerukan supaya mereka bertakwa kepada Tuhan mereka dengan mengamalkan kitab-Nya dan sunnah Nabi SAW.

IV.    KESIMPULAN
    Islam adalah agama yang menjunjung tinggi peran akal dalam mengenal hakikat segala sesuatu. Begitu pentingnya peran akal, sehingga bahkan dikatakan bahwa tak ada agama bagi orang yang tak berakal, dengan akal yang telah sempurna itulah maka Islam diturunkan ke alam semesta.
    Allah akan meninggikan tempat bagiorang-orang yang berilmu disurganya dan menjadikan mereka di dalam surga termasuk orang-orangyang berbakti tanpa kekhwatiran dan kesedihan.
    Ilmu pengetahuan sangat penting bagi kehidupan manusia, karena tanpa ilmu pengetahuan manusia tidak akan bisa melakukan apa-apa.
    Mencari ilmu adalah sebuah kewajiban bagi umat manusia dan mengamalkannya juga merupakan ibadah. Semakin tinggi ilmu yang dikuasai, semakin takut pula kepada Allah SWT sehingga dengan sendirinya akan mendekatkan diri kepada-Nya.

V.    PENUTUP
Demikian makalah ini penyusun buat, penyusun mohon maaf apabila dalam pembuatan makalah ini terdapat kekurangan. Penyusun meminta kritik dan saran dari pembaca demi kesempurnaan makalah kami selanjutnya. Semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi kita semua. Aamiin.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar